Mewarisi bakat pemberontak dari ayahnya, Ho muda ikut serta dalam beberapa kali aksi pembangkangan, dan mulai dikenal sebagai “pembuat onar”. Tetapi dia sangat akrab dengan prinsip-prinsip Prancis liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, persaudaraan) dan ingin sekali melihat prakteknya di Prancis. Pada 1911 dia pun berangkat ke Marseilles sebagai pesuruh kapal.
Di Paris, Ho bekerja sebagai tukang reparasi foto. Namun catatannya sebagai pembangkang segera membuatnya masuk dalam daftar hitam polisi Prancis. Pada 1919, Presiden AS Woodrow Wilson datang ke Prancis untuk menandatangani perjanjian yang mengakhiri Perang Dunia I. Ho mencoba menemui Wilson dengan serangkaian daftar kekerasan Prancis di Vietnam, namun ia ditolak. Ho lalu bergabung dengan partai yang baru berdiri, Partai Komunis Prancis. “Patriotismelah, bukan komunisme, yang menginspirasi saya,” katanya kemudian.
Mausoleum Ho Chi Minh di Hanoi |
Pada 1940, pasukan Jepang memasuki Indocina dan para pegawai Prancis di Vietnam bekerjasama dengan mereka. Jepang banyak dipuja sebagai pembebas, tetapi bagi Ho, Jepang tak lebih baik dari Prancis. Ia pun menyeberang dari Cina ke Vietnam dan membujuk para pengikutnya untuk memerangi Jepang dan Prancis. Ia pun membentuk Viet Minh, akronim dari Liga Kemerdekaan Vietnam, dari mana dia mendapat nama alias Ho Chi Minh—kurang lebih berarti “Pembawa Cahaya”.
Ho membawa semangat pemberontakan bukan hanya terhadap Prancis tetapi juga terhadap Amerika Serikat. Ketika perang makin meluas pada pertengahan 1960-an, AS sadar bahwa perang Vietnam akan sulit dihentikan. Pada 1965, Presiden Lyndon B. Johnson mencoba melakukan pendekatan diplomatik. Johnson yakin taktik itu akan berhasil. Namun, Ho tidak pernah bisa menerima tawaran pihak Barat, karena hal itu berarti Vietnam akan terpecah. Sementara Ho bermimpi untuk menyatukan Vietnam di bawah satu bendera. Jutaan orang Vietnam kemudian berjuang dan tewas untuk mencapai tujuan itu.
Ho wafat di Hanoi, pada 2 September 1969, dalam usia 79, sekitar enam tahun sebelum pasukannya berhasil masuk ke Saigon setelah melakukan serangan bergelombang. Para pengikut Ho meletakkan tubuhnya yang telah dibalsem dalam sebuah mausoleum granit tersembunyi, tiruan dari makam Lenin di Moskow.
(Sumber: Sang Pemimpin, Ready Susanto, Penerbit Bejana, 2010)