Ketika India memperoleh kemerdekaan pada 1947 dan Nehru menjadi PM, Indira menjadi semacam “ibu negara” (karena ibu Indira telah meninggal pada 1936). Dia juga menjadi orang kepercayaan ayahnya dalam menghadapi persoalan-persoalan nasional dan menemaninya bepergian ke negeri-negeri lain. Pada 1955 dia terpilih dalam badan eksekutif partai Kongres, menjadi figur tersendiri dalam politik nasional India. Pada 1959 dia menjadi presiden partai selama satu tahun. Pada 1962, saat perang perbatasan antara Cina dan India, dia memimpin kegiatan pertahanan sipil.
Setelah ayahnya meninggal pada Mei 1964, Indira Gandhi menjadi menteri penerangan dan penyiaran dalam pemerintahan Lal Bahadur Shastri. Ketika PM Shastri meninggal mendadak pada Januari 1966, Indira menjadi penggantinya. Setahun kemudian dia terpilih untuk masa jabatan lima tahun oleh anggota parlemen yang didominasi partai Kongres. Dia memimpin partai Kongres meraih kemenangan besar dalam pemilu nasional pada 1971.
Pada 1975 Gandhi dihukum karena pelanggaran kecil terhadap hukum pemilu dalam kampanye 1971. Mengaku tak bersalah, dia menyatakan bahwa hukuman itu adalah bagian dari usaha untuk menyingkirkannya dari kursinya. Bukannya mengundurkan diri, dia malah mendeklarasikan keadaan darurat pada 26 Juni. Meskipun hukuman itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung India, keadaan darurat tetap berlanjut. Indira mengontrol pelbagai aspek kehidupan di India dengan ketat.
Untuk membuktikan dukungan rakyat, Indira Gandhi melaksanakan pemilu pada Maret 1977. Dia kehilangan kursinya di parlemen dan partai Kongres mengalami kekalahan. Namun pada pemilu Januari 1980, Gandhi melakukan kembali menang dan membentuk pemerintahan baru.
Pada 31 Oktober 1984, setelah serangkaian tindakannya menumpas pemberontakan kaum Sikh, antara lain menyerbu Kuil Emas, tempat suci orang Sikh di Amritsar, Indira tewas ditembak oleh seorang Sikh yang menjadi anggota pasukan pengawalnya.
(Sumber: Sang Pemimpin, Ready Susanto, Penerbit Bejana, 2010)