Sukarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901, anak guru sekolah rakyat, Raden Soekami dan wanita Bali berdarah bangsawan, Idayu Rai. Sebagai anak priyayi yang memang pandai, Sukarno bisa mengecap pendidikan tinggi dan lulus dari Sekolah Teknik Tinggi di Bandung (kini ITB) pada 1925. Sebagai mahasiswa teknik Sukarno terbilang pandai, namun ide-ide nasionalisme rupanya telah membuat dirinya terpikat. Tiga bulan setelah lulus, pada 1926, dia memuatkan ide-ide politiknya di media massa dalam artikel yang berjudul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme”. Tulisan ini sangat menekankan ide persatuan antarkelompok yang kemudian menandai pemikiran politik sepanjang kariernya.
Sukarno terkenal sebagai seorang orator ulung. |
Pada 17 Agustus 1945, tak lama setelah Jepang takluk kepada Sekutu, atas desakan para aktivis pemuda yang sempat menculiknya ke Rengas Dengklok, Sukarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sehari kemudian Sukarno-Hatta diangkat menjadi presiden dan wakil presiden pertama Indonesia. Sukarno-Hatta segera terlibat dalam perjuangan melawan pendudukan kembali oleh Belanda. Sukarno-Hatta kembali dibuang ke Parapat dan Bangka, namun pada 1949 ketika secara resmi Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, kedudukan Sukarno sebagai presiden kembali dipulihkan.
Ketika sistem pemerintahan parlemen terbukti tak berjalan efektif, Sukarno pada akhir 1956 menyerukan pembubaran semua partai politik. Dia kemudian membentuk apa yang dia sebut Demokrasi Terpimpin pada 1959, dan pada tahun berikutnya membubarkan parlemen terpilih. Sukarno mencoba menerapkan gagasannya akan tiga pilar kekuatan bangsa, yaitu Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Namun kondisi krisis ekonomi dan politik di dalam negeri terus bertambah runyam.
Sukarno dan Suharto. |
Situasi politik Indonesia memuncak dengan perebutan kekuasaan yang gagal pada 30 September 1965. Berlanjut dengan pembunuhan besar-besaran, pembubaran partai Komunis, dan buntutnya Sukarno tersingkir. Pemimpin militer Mayjen Soeharto meminta Sukarno untuk menyerahkan kekuasaan efektifnya melalui Supersemar pada Maret 1966. Sampai kematian Sukarno di Jakarta pada 21 Juni 1970, dia masih berada dalam status tahanan rumah.
(Sumber: Sang Pemimpin, Ready Susanto, Penerbit Bejana, 2010)