Empat tahun di Yerusalem, Arafat kembali ke Kairo. Tidak begitu dekat dengan ayahnya, Arafat dibesarkan oleh seorang kakak perempuannya. Pada 1944 dia masuk ke Universitas Raja Fuad I (kemudian menjadi Universitas Kairo) dan lulus pada 1950.
Arafat pernah berdinas di ketentaraan Mesir semasa Perang Suez. Dialah yang membentuk kelompok komando Al-Fatah, diikuti dengan faksi Al-Fatah di organisasi pembebasan Palestina (Palestinian Liberation Organization atau PLO). Dia kemudian memimpin PLO sejak 1968.
Pandai berdiplomasi, Arafat mampu menjadikan PLO sebagai organisasi yang diakui di wilayah Arab dan di dunia internasional. Dia misalnya mendapat kesempatan berpidato dalam sidang paripurna Majelis Umum PBB pada 1974. Di bawah pimpinannya citra PLO sebagai teroris perlahan-lahan dapat diubah. Bahkan pada 1988 dia memproklamasikan negara Palestina merdeka dan mengakui hak Israel untuk berdiri. Sebelumnya, kedua bangsa ini memang bersikukuh tidak mengakui satu sama lain.
| Suasana pemakaman Yasir Arafat. |
Pada Januari 1996 Arafat terpilih sebagai kepala eksekutif Dewan Nasional Palestina. Sepanjang memimpin Palestina, dia selalu berusaha untuk memperjuangkan perdamaian. Namun demikian, dia menghadapi tantangan keras dari kelompok-kelompok garis keras di negaranya. Di lain pihak, Arafat juga dimusuhi oleh kelompok garis keras Israel. Timbulnya konflik terbuka yang terjadi antara kelompok garis keras Palestina dan tentara Israel pada 2001-2002 sangat melemahkan posisi Arafat.
Arafat meninggal pada 11 November 2004, meninggalkan masa depan Palestina yang tidak menentu karena konflik di antara berbagai kelompok di dalam negeri dan, tentu saja, dengan Israel.
(Sumber: Sang Pemimpin, Ready Susanto, Penerbit Bejana, 2010)