Langsung ke konten utama

AYATULLAH KHOMEINI - Pemimpin Iran

Khomeini lahir dari keluarga terpelajar Syiah di Khomein, Iran, pada 24 September 1902. Ayahnya, Sayyid Mustofa, meninggal enam bulan setelah kelahiran Khomeini. Setelah kematian ibu dan bibinya saat ia berusia 15 tahun, Khomeini dibesarkan oleh seorang kakak laki-lakinya. Bersama kakaknya inilah Khomeini menghapal Al-Quran dan mempelajari dasar-dasar ajaran Islam.

Seperti halnya sang ayah, Khomeini lulus dari sekolah teologi dan menjadi seorang ulama yang diakui kedalaman ilmu pengetahuannya. Sebagai guru sekolah agama, Khomeini bukanlah aktivis. Antara 1920-1940-an, dia hanya menjadi pengamat pasif ketika Syah Reza membawa Iran menjadi negara sekular dan membatasi para ulama. Begitu pula pada saat krisis 1950-an, Muhammad Reza Pahlavi (putra Syah Reza) pergi ke AS untuk menyelamatkan diri dari para demonstran yang menuntut reformasi demokratik, Khomeini tak terlibat. Pada masa itu Khomeini adalah murid ulama terkenal Iran, Ayatullah Muhammad Boroujerdi.

Namun ketidakterlibatan Khomeini dalam politik hanyalah sementara. Seperti halnya orang Iran lainnya, Khomeini gusar akan campur tangan asing di Iran. Para pemerintah asing itu selalu mendukung para pemimpin Iran yang mempromosikan kebijakan politik yang menurutnya melanggar tradisi Islam. Pada 1941 Khomeini menulis kepada pemerintah Pahlavi, “bahwa semua ketertiban yang dihasilkan oleh rezim diktator... tidaklah bernilai samasekali.”

Pada 1962, setelah kematian gurunya, barulah Khomeini menampakkan kegusarannya yang lama terpendam secara terang-terangan. Ia segera dikenal sebagai penentang yang tangguh bagi Syah Iran. Dia mengecam Syah karena kedekatannya dengan Israel, memperingatkan bahwa orang Yahudi selalu mencari kesempatan untuk mengambilalih Iran. Dia menentang rancangan undang-undang yang menjamin hak pilih perempuan sebagai tidak-Islami. Dari Kota Qum Khomeini terus menyerang kebijakan-kebijakan Shah yang banyak dipengaruhi oleh ide-ide Barat.

Pada 1964, Khomeini dibuang ke Turki oleh Shah, dan kemudian mendapat izin untuk berdiam di kota suci Syiah, An-Najaf di Irak. Tetapi perlawanan Khomeini tidak berhenti karena ia dibuang. Justru dari An-Najaf, Khomeini terus menentang Shah dengan mengirimkan kaset-kaset khotbah untuk dijajakan di bazar-bazar. Khomeini menyebarkan ide-idenya itu melalui jaringannya yang terdiri atas 12.000 murid.

Khomeini kembali ke Iran, 1 Februari 1979

Di An-Najaf pula Khomeini merancang sebuah doktrin revolusi. Sembari mengecam sikap Syah yang menjadi budak AS dan negara sekular yang menyimpang, Khomeini menuntut pembentukan negara yang dipimpin para ulama. Pada akhir 1978, terjadi demonstrasi besar di jalanan Teheran yang menuntut Syah mundur. Para mahasiswa, kelas menengah, pedagang, pekerja, dan militer rupanya sudah tidak berpihak kepada penguasa. Syah kembali meminta tolong kepada Washington, namun langkah ini makin menyebabkan ia tidak disukai rakyat.

Pada Januari 1979 Syah keluar dari Iran. Dua minggu kemudian, Khomeini kembali ke Iran dengan kemenangan. Mata dunia terus terpusat kepada keberanian Khomeini menantang Barat dan keberhasilan revolusi Islam. Pada November, misalnya, para pengikut Khomeini dengan semangat anti-AS menguasai Kedubes AS dan menyandera 52 orang. Pada Desember konstitusi baru memproklamasikan Iran sebagai republik Islam dan Khomeini sebagai imam dan pemimpin tertinggi. Pemerintah Iran dirancang oleh para ulama dengan menegakkan hukum Islam.

Khomeini membuat heboh dunia ketika memfatwa mati pengarang Salman Rushdie yang menulis Ayat-Ayat Setan yang menghina Nabi Muhammad Saw. Khomeini meninggal di Teheran pada 3 Juni 1989, beberapa bulan setelah fatwa itu dikeluarkan. Jutaan orang Iran mengalir ke jalan-jalan untuk mengantarnya ke peristirahatan terakhir.

(Sumber: Sang Pemimpin, Ready Susanto, Penerbit Bejana, 2010)


Postingan populer dari blog ini

FIDEL CASTRO - Pemimpin Kuba

Castro lahir pada 13 Agustus 1926 di Biran, Kuba, dengan nama Fidel Alejandro Castro Ruz. Anak petani gula kaya imigran dari Spanyol, Castro lulus fakultas hukum Universitas Havana pada 1950. Ketika diktator Fulgencio Batista memimpin Kuba, Castro menjadi pemimpin faksi bawah tanah yang menentangnya. Dia mengobarkan revolusi di Santiago pada 1953, dan karena itu dipenjara. Bebas pada 1955, Castro dibuang ke Meksiko dan AS. Pada 1956 Castro kembali ke Kuba dengan “pasukan” 82 orang, 70 di antaranya terbunuh ketika mendarat. Castro, saudaranya Raoul, dan Che Guevara termasuk 12 orang yang selamat. Kelompok pemberontak yang dikenal dengan nama Gerakan 26 Juli itu mendapat dukungan rakyat, dan pada Desember 1958 memproklamasikan Revolusi Kuba di Havana. Castro mengangkat dirinya menjadi PM pada Februari 1959. Castro dan Che Guevara. Gagal menjalin hubungan diplomatik dan dagang dengan AS, Castro memperoleh senjata, kredit, dan bantuan makanan dari Uni Soviet. Dia menasionalisasi sumber-sum...

VACLAV HAVEL - Pemimpin Cekoslowakia

Václav Havel lahir di Praha,  5 Oktober 1936. Dia besar dalam lingkungan keluarga intelektual dan pengusaha kaya dan terkemuka. Ayahnya pengusaha pemilik wilayah satelit Barrandov di Praha, ibunya lahir dari keluarga dutabesar dan jurnalis terkemuka. Karena riwayat hidupnya yang “borjuis”, rezim Komunis tidak mengizinkan Havel melanjutkan ke sekolah formal. Maka selama empat tahun pada paro pertama 1950-an, Havel muda magang sebagai asisten laboratorium kimia, sembari mengambil kelas malam. Karena alasan politik pula, dia tidak diterima di sekolah-sekolah yang memiliki program studi kemanusiaan. Dia memilih belajar di Fakultas Ekonomi di Universitas Teknik Cek di Praha, namun keluar setelah dua. Pada 1964, Havel memutuskan menikah dengan seorang gadis biasa, Olga Šplíchalová—keputusan yang membuat ibunya kecewa. Setelah masuk dinas militer pada 1957-1959, Havel bekerja sebagai petugas pentas di Praha dan belajar drama melalui korespondensi di Fakultas Teater di Akademi Seni Peran P...

DAVID BEN-GURION - Pemimpin Israel

Ben-Gurion lahir di Plonks, kota kecil Rusia (kini bagian dari Polandia) pada 16 Oktober 1886, anak pengacara yang aktif dalam gerakan zionis. Gerakan ini bertujuan menyatukan orang-orang Yahudi yang bertebaran di sebuah negara di Palestina. Pada usia 14-an Ben-Gurion telah aktif membentuk suatu komunitas pemuda Zionis. Dia berangkat ke Palestina pada 1906, bekerja di sebuah lahan pertanian di pemukiman Yahudi di Palestina. Ben-Gurion segera aktif dalam kelompok-kelompok awal sosialis-Zionis. Pada 1910 ia meninggalkan pertanian dan menyunting suratkabar pekerja Zionis berbahasa Yahudi, Achdut (Persatuan). Sejak itulah ia menggunakan nama Ben-Gurion, yang dalam bahasa Ibrani berarti “putra singa muda”. Kegiatannya menyebabkan dia diusir dari Palestina pada 1915. Ia pergi New York, Amerika, untuk belajar bahasa Inggris dan lagi-lagi terlibat aktif dalam gerakan lokal sosialis-Zionis. Pada 1917, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour yang mendukung “rumah nasional” bagi bangsa Yahudi di P...